Senin, 13 Maret 2017

PENERIMAAN SISWA BARU SMP KHALIFAH BOARDING SCHOOL SUKABUMI GELOMBANG 2

PENERIMAAN SISWA BARU SMP KHALIFAH BOARDING SCHOOL SUKABUMI GELOMBANG 2 ๐Ÿ“ข๐Ÿ“ข๐Ÿ“ข Informasi Pendaftaran Siswa Baru SMP KHALIFAH BOARDING SCHOOL Sukabumi. ☑ Taaruf test gelombong ke - 2, meliputi : ๐Ÿ”† Psikotest ๐Ÿ”† Pemetaan skill siswa ๐Ÿ”† Interview calon siswa dan walisiswa ⏰Ahad, 30 April 2017 ๐Ÿก Kampus Khalifah boarding school, Selakopi Rt. 1 / Rw. 11 Cijengkol, Caringin Sukabumi. ๐Ÿ’ป Ketentuan Umum : 1. Test bukan syarat diterima atau tidaknya. 2. Kuota hanya 40 Siswa. 3. Gelombang selanjutnya akan ditutup apabila kuota gelombang ke - 2 terpenuhi. 4. Membayar biaya registrasi dan investasi awal. ๐ŸšฆKetentuan Pembayaran Administrasi : 1. Pembayaran investasi awal untuk kubutuhan utama siswa min. Rp. 5.000.000,- (max 30 April 2017) 2. Sisanya investasi awal bisa di angsur hingga Akhir Desember 2017. ⚡⚡⚡dDAFTAR SEGERA KUOTA TERBATAS ☎ info lebih lanjut Mariyanto, S.Pd.I (0856 5958 0150) Ai Nuraini (0857 2002 4815) NB ; GELOMBANG 3 (Dengan Test Seleksi) dan DI TUTUP JIKA KUOTA TERPENUHI (UPDATE TERUS KUOTA CALON SISWA DI CONTAK PERSON YANG TERSEDIA)

FSUIY Minta Kapolri Dicopot

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Jogjakarta - Sekitar 1.000 umat Islam yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Umat Islam Yogya (FSUIY), Jumat (10/5), menggelar aksi menuntut pembebasan Panglima Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah, Ustadz Ja?far Umar Thalib. Mereka juga menuntut agar Kapolri Jend. Pol Da?i Bachtiar dicopot dari jabatannya. Pernyataan ini disampaikan saat mereka menggelar tabligh akbar usai sholat Jum?at di halaman DPRD DIY Jl. Malioboro, Yogyakarta. Elemen yang terlibat dalam aksi ini antara lain dari PPP, Laskar Jihad, DDII, PBB, Partai Keadilan, KAMMI, FSRMY, Majelis Mujahidin, dan 22 ormas Islam lainnya. Dalam orasinya, FSUIY meminta agar pemerintah berlaku adil terhadap umat Islam. Mereka menilai, pemerintah selama ini terkesan diskriminatif, bahkan membiarkan kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS) yang jelas-jelas melakukan makar terhadapo Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). FSUIY juga mengungkapkan keyakinannya bahwa penangkapan Ustadz Ja'far tidak berdasar sama sekali dan kental bernuansa politis. Tokoh yang berbicara dalam tabligh akbar itu antara lain Ustadz Jazir (Koordinator FSUIY), Ustadz Umar Said (Tokoh Islam Yogya), dan dr. Fauzi AR (Ketua DPW PPP DIY). Dalam ceramahnya, Fauzi AR menyerukan kepada seluruh anggota DPRD DIY dari partainya untuk melakukan aksi mogok sebagai bentuk protes terhadap sikap pemerintah yang memojokkan umat Islam. ''Saya minta kepada anggota dewan dari PPP, syukur-syukur seluruh anggota dewan yang Islam untuk melakukan class action dalam bentuk mogok sampai Ustadz Ja'far dibebaskan,'' tegasnya. Hal senada juga disampaikan seorang orator dari Partai Keadilan. Dirinya mengajak kepada umat Islam untuk memberi batas waktu kepada kepolisian untuk segera membebaskan Panglima Laskar Jihad dalam waktu 7X24jam. ''Kalau sampai batas waktu itu Ustadz Ja'far belum dibebaskan maka kita akan menyerukan aksi yang lebih besar. Bahkan jika perlu kita akan mogok terhadap segala kebijakan pemerintah,'' katanya. (anf/hard)

Muslim Itu Dermawan

Assalamu'alaikum Wr.Wb "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat haluu'a (keluh kesah lagi kikir). Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. Kecuali, orang-orang yang mengerjakan salat. Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (Al-Ma'aarij: 19--25). Manusia cenderung bersikap haluu'a. Apakah itu? Ia ditafsirkan dengan dua ayat berikutnya (20--21): sebuah perangai buruk suka berkeluh kesah lagi kikir. Ketika ia tertimpa kesulitan, hatinya terasa sempit, goncang, dan mudah berputus asa. Ketika beroleh nikmat dan kebaikan, ia bersikap kikir. Yaitu, kikir dari hak Allah dan kikir dari hak sesama. Tentu tidak semua manusia berperilaku demikian. Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang muslim itu ajeg menjaga salatnya. "Kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya (daimun)." Dengan salat, hati menjadi tenteram. Juga, dengan salat perbuatan keji dan mungkar dapat ditahan. Maka, seorang mukmin yang salatnya ajeg dan benar, ia tidak gampang berkeluh kesah. Karena, kesulitan atau kemudahan baginya mengandung hikmah. Sebagian sahabat bahkan memandang kesulitan sebagai nikmat, seperti perkataan Abu Dzar al-Ghifari, "Miskin lebih aku sukai daripada kaya, dan sakit lebih aku sukai daripada sehat." Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang mukmin menyadari pada hartanya ada hak bagi orang yang meminta (as-sail) dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (al-mahruum). "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa." As-sail adalah orang yang meminta. Terhadap orang semacam ini terdapat hak bagi dia, seperti dalam sabda Rasulullah saw., "Bagi orang yang meminta-minta terdapat hak, meskipun ia datang mengendarai kuda." (HR Abu Dawud dari hadis Sufyan ats-Tsauri, dalam riwayat lain disandarkan kepada Ali bin Abu Thalib). Adapun al-mahrum, seperti didefinisikan Ibnu Abbas, adalah orang yang bernasib buruk. Ia tidak memiliki bagian dalam baitul mal, tidak memiliki pendapatan, dan tidak memiliki pekerjaan yang dapat menopang. Rasulullah pernah bersabda, "Orang miskin bukanlah orang yang keliling dan engkau memberinya sesuap atau dua suap makanan dan sebutir atau dua butir kurma, akan tetapi orang miskin adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang mencukupinya sedangkan orang lain tidak mengetahuinya sehingga bersedekah kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim). Jadi, seorang muslim semestinya dermawan, tidak kikir dan tidak bakhil. Karena, seorang muslim senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah, seperti dalam ayat berikut. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: 'Ya Rabku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh." (Al-Munafiqun: 10). Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya kepada para sahabatnya, "Manakah yang lebih kalian cintai: harta ahli waris atau harta sendiri?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, tentu tidak seorang pun di antara kita kecuali lebih mencintai hartanya sendiri." Rasulullah meneruskan, "Sesungguhnya harta seseorang ialah apa yang telah ia gunakan, dan harta ahli waris adalah apa yang belum ia gunakan." (HR Bukhari). Abu Bakar al-Jazairi menceritakan sebuah kisah yang mengagumkan di dalam Minhajul Muslim Dikisahkan bahwa Ibunda Aisyah r.a. mendapat kiriman uang sebanyak 180.000 dirham dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh beliau uang itu disimpan di mangkuk dan dibagikan kepada manusia hingga tak tersisa. Pada sore harinya, Aisyah berkata kepada budak wanitanya, "Antarkan makanan berbuka untukku." Budak wanita tersebut menghidangkan roti dan minyak kepada Aisyah. Beliau berkata kepada budak, "Mengapa engkau tidak mengambil uang satu dirham dari uang yang aku bagikan tadi buat membeli daging untuk buka puasa kita?" Budak tersebut menjawab, "Jika engkau mengingatkanku sejak tadi, aku pasti melakukan." Dalam kekiniian, betapa banyak kita temukan dua tipe masusia di atas. Tipe orang muskin meminta-minta karena kondisi memaksa, juga tipe orang yang tidak memiliki kekayaan, penghasilan, pekerjaan, namun ia enggan untuk meminta. Terhadap tipe pertama, akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahuinya, namun terhadap tipe kedua, diperlukan sedikit perhatian untuk mengetahuinya. Di sinilah perlunya sikap peka terhadap lingkungan. Budaya modernisme sering berdampak pada menjadikan orang berperilaku egois, tidak mengenal tetangga, tidak mengenal lingkungan. Setiap hari ia makan enak, namun ia tidak mengetahui bahwa orang-orang di sekitarnya tengah kelaparan. Terlebih al-mahrum, tidak mesti mereka kelompok marginal yang tidak mampu bekerja. Kadang mereka kelompok profesional yang tidak tertopang situasi dan sarana yang mendukung untuk bekerja, seperti tidak adanya lapangan pekerjaan atau tertimpa bencana perang. Dalam konteks ini, perlu aktualisasi kedermawanan bagi muslim yang "kuat", tentu tidak sekadar berpikir memberi ikan, melainkan harus juga berpikir bagaimana memberi kail. Wallahu a'lam bish-shawab. (Abu Zahrah).

Senin, 27 Februari 2017

waw

Waw! Ini Kamar Super Mewah Yang Dipesan Raja Salman Dengan Tarif Rp 133 Juta Per Malam

Minggu, 19 Februari 2017

Berbuat baik di sukai allah

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Berbuat Baik Disukai Allah "Dan berbuat baiklah (ihsan), karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195). Ali bin al-Husain memiliki hamba sahaya perempuan. Suatu hari sang budak menuangkan air wudu untuknya. Tanpa disengaja, ceret, tempat air wudhu, jatuh menimba wajah Ali hingga terluka. Ali Zainal Abidin dengan marah menatap wajah sang budak. Merasa bersalah sang budak berkata, (mengutip surah Ali Imran ayat 134 yang menyebutkan kriteria orang bertakwa), "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Wal kaazimiinal ghaidl,' (Dan orang yang menahan amarahnya)." Ali menjawab, "Aku telah menahan amarahku." Hamba sahaya berkata lagi, "Wal 'aafiina 'anin nas" (Dan orang-orang yang memberikan maafnya). Ali menimpali, "Semoga Allah memaafkan kamu." Ia berkata lagi, "Wallahu yuhibbul muhsiniin" (Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan). Ali membalas, "Engkau telah kubebaskan karena Allah Azza wa Jalla." (Al-Bidayah IX/112). Subhanallah! sungguh sebuah sikap yang mengagumkan. Amarah yang berhenti dalam sekejab karena dibacakan ayat, disusul pemberiaan maaf, bahkan pembebasan budak karena dorongan berbuat ihsan. Tercermin sebuah kematangan emosi, pengagungan akan ayat Allah, dan sikap memilih dan melakukan yang terbaik (ahsanahu). Itulah profil muslim. Karena, Islam dibangun di atas tiga pilar: Islam, iman, dan ihsan. "Tadi adalah Malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan persoalan din kepada kalian." Itulah jawaban Rasulullah ketika malaikat datang dan bertanya perihal Islam, iman dan ihsan. Jadi, dinul Islam dibangun di atas ketiganya. Perbuatan ihsan itu banyak bentuk dan ragamnya. Ihsan dalam hal ibadah, seperti jawaban Rasulullah saw. kepada Jibril, "Ihsan adalah hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu." (HR Muslim). Ihsan dalam ibadah adalah adanya rasa selalu diawasi Allah Taala ketika menunaikannya, seolah ia melihat Allah, atau minimal merasakan bahwa Allah melihatnya. Untuk itu, harus dilakukan dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunah dan tata-caranya. Karena, ibadah tidak akan dilihat oleh Allah jika menyelisihi tata-cara yang disyariatkan. Demikian ditulis oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam Minhajul Muslim. Beliau juga menilis bentuk-bentuk berbuat ihsan dalam bidang muamalah, misalnya dengan berbuat baik kepada orang tua, sanak keluarga, anak yatim, orang miskin, musafir, pembantu, manusia secara umum dan hewan, seperti tersebut dibawah ini. Berbuat baik kepada orang tua bisa dengan menaatinya, memberikan kebaikan kepada keduanya, tidak menyakiti keduanya, mendoakan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, melaksanakan wasiat-wasiat keduanya dan menghormati teman-teman keduanya. Berbuat baik kepada sanak keluarga misalnya dengan menyayangi mereka, lemah lembut terhadap mereka, mengerjakan perbuatan baik bersama mereka, tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyusahkan mereka dan tidak menjelek-jelakkan ucapan mereka. Berbuat baik kepada anak yatim ialah dengan menjaga harta mereka, melindungi hak-hak mereka, mendidik mereka, membina mereka, tidak menyakiti mereka, tidak memaksa mereka, ceria di depan mereka, dan mengusap kepala mereka. Berbuat baik kepada orang-orang miskin adalah dengan menghilangkan kelaparan mereka, menutup aurat mereka, menganjurkan manusia memberi makan kepada mereka, tidak mencaci kehormatan mereka, tidak menghina mereka, dan tidak menimpakan kesusahan kepada mereka. Berbuat baik kepada musafir ialah dengan memenuhi kebutuhannya, menutup aibnya, menjaga hartanya, melindungi kemuliannya, memberinya petunjuk jika ia meminta petunjuk, dan menunjukkannya jika tersesat. Berbuat baik kepada pembantu adalah dengan menggajinya sebelum keringatnya kering, tidak menyuruhnya mengerjakan pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan, menjaga kemuliaannya, dan menghormati kepribadiannya. Jika pembantu tersebut menetap di rumah yang dibantu, baginya memberi makan seperti yang ia makan, memberi pakaian seperti yang ia kenakan. Berbuat baik kepada manusia secara umum antara lain dengan berkata lembut kepada mereka, mempergauli mereka dengan pergaulan yang baik setelah sebelumnya menyuruh mereka kepada kebaikan, melarang mereka dari kemungkaran, memberi petunjuk kepada orang yang tersesat di antara mereka, mengajari orang jahil di antara mereka, mengakui hak-hak mereka, tidak mengganggu mereka dengan mengerjakan tindakan yang membahayakan mereka dan lain sebagainya. Berbuat baik kepada hewan adalah dengan memberinya makan jika lapar, mengobatinya jika sakit, tidak membebani dengan muatan yang tidak mampu ditanggungnya, lemah lembut terhadapnya jika bekerja, dan mengistirahatkannya jika lelah. Begitulah bentuk-bentuk ihsan. Semoga kita tergolong dalam barisan muhsinin yang dicintai Allah, seperti dalam firman di atas, "Dan berbuat baiklah (ihsan), karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195). Wallahu a'lam bish shawab.

Sa adz bin mu adz

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Sa'adz bin Mu'adz 04/25/2003 Sa'adz bin Mu'adz adalah seorang laki-laki yang anggun, berwajah tampan berseri-seri, dengan tubuh tinggi jangkung, dan badan gemuk gempal. Ia masuk Islam pada usia 31 tahun. Dalam usia 37 tahun ia pergi menemui syahidnya. Sejak masuk Islam hingga wafatnya, Sa'adz bin Mu'adz telah mengisi umurnya dengan karya-karyanya yang gemilang dalam berbakti kepada Allah SWT. Sa'adz bin Mu'adz pergi ke rumah As'ad bin Zurarah untuk melihat seorang pria dari Mekah bernama Mush'ab bin Umeir yang dikirim oleh Muhammad saw. sebagai utusan guna menyebarkan tauhid dan agama Islam di Madinah. Ia ke sana dengan tujuan hendak mengusir utusan dari Rasulullah saw agar membawa kembali agamanya dan membiarkan penduduk Madinah dengan agama yang sudah lama dipeluknya. Tetapi, baru saja ia bersama Useid bin Zararah sampai ke dekat majlis Mush'ab di rumah sepupunya, tiba-tiba dadanya telah terhirup udara segar yang meniupkan rasa nyaman. Belum lagi ia sampai ke hadirin dan duduk di antara mereka yang sedang memasang telinga atas uraian-uraian Mush'ab, petunjuk Allah telah menerangi jiwa dan ruhnya. Akhirnya, pemimpin golongan Anshar itu melemparkan lembingnya jauh-jauh, lalu mengulurkan tangan kanannya untuk berbai'at kepada utusan Rasulullah saw. Sa'adz telah memeluk Islam, memikul tangung jawab itu dengan keberanian dan kesabaran. Datanglah saat Perang Badar. Rasulullah saw. mengumpulkan sahabat-sahabatnya dari golongan Muhajirin dan Anshar untuk bermusyawarah dengan mereka tentang urusan perang itu. Dihadapkannya wajah Sa'ad bin Mu'adz yang mulia ke arah orang-orang Anshar, seraya katanya, "Kemukakanlah buah fikiran kalian, wahai sahabat...!" Maka, bangkitlah Sa'adz bin Mu'adz dan berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepada Anda, kami percaya dan mengakui bahwa apa yang Anda bawa itu adalah hal yang benar, dan telah kami berikan pula ikrar dan janji-janji kami. Maka, laksanakahlah terus ya Rasulullah apa yang Anda inginkan, dan kami akan selalu bersama Anda. Dan, demi Allah yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, seandainya Anda mengadapkan kami ke lautan ini, lalu Anda menceburkan diri ke dalamnya, pastilah kami akan ikut mencebur, tak seorang pun yang akan mundur dan kami tidak keberatan untuk menghadapi musuh esok pagi! Sungguh kami tabah dalam pertempuran dan teguh menghadapi perjuangan? Dan, semoga Allah akan memperlihatkan kepada Anda tindakan kami yang menyenangkan hati. Maka, marilah kita berangkat dengan berkah Allah Taala." Mendengar perkataan Sa'adz yang mengharukan itu, Rasulullah saw bangga dan gembira, lalu kepada kaum muslimin mengatakan, "Marilah kita berangkat dan besarkan hati kalian karena Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan! Demi Allah, sungguh seolah-olah tampak olehku kehancuran orang-orang itu." Pada waktu perang Uhud, yakni ketika kaum muslimin telah tercerai-berai karena serangan mendadak dari tentara musyrikin, maka takkan sulit bagi penglihatan mata untuk menemukan kedudukan Sa'ad bin Mua'dz. Kedua kakinya seolah-olah telah dipakukannya ke bumi di dekat Rasulullah saw. untuk menjaganyanya dengan mati-matian. Kemudian datanglah pula saat Perang Khandaq yang dengan jelas membuktikan kejantanan Sa'ad dan kepahlawanannya. Perang Khandaq ini merupakan bukti nyata atas persengkokolan dan siasat licik yang dilancarkan kaum musyrik kepada kaum muslimin tanpa ampun, yaitu dari orang-orang yang dalam pertentangan mereka tidak kenal perjanjian atau keadilan. Ketika di Madinah Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang Qurasy untuk menghentikan serangan dan peperangan, segolongan pemimpin Yahudi secara diam-diam pergi ke Mekah, lalu menghasut orang-orang Qurasy untuk menyerang Rasulullah saw. Mereka telah membuat perjanjian dengan orang-orang musyrik itu dan bersama-sama telah mengatur rencana dan siasat peperangan. Di samping itu, dalam perjalanan pulang ke Madinah, mereka berhasil pula menghasut satu suku terbesar di antara suku-suku Arab, yaitu kabilah Gathfan dan mencapai persetujuan untuk menggabungkan diri dengan tentara Qurays. Siasat peperangan telah diatur dan tugas serta peranan telah dibagi-bagi. Qurays dan Gathfan akan menyerang Madinah dengan tentara besar, sementara orang-orang Yahudi, di waktu kaum muslimin mendapat serangan mendadak itu, akan melakukan penghancuran di dalam kota dan sekelilingnya. Tatkala mengetahui permukafatn jahat ini, Rasulullah saw. mengambil langkah-langkah pengamanan. Dititahkannyalah menggali Khandaq atau parit perlindungan sekeliling Madinah untuk membendung serbuah musuh. Di samping itu, diutusnaya Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah kepada Ka'ab bin Asad, pemimpin Yahudi suku Quraidha, untuk menyelidiki sikap mereka yang sesungguhnya terhdap orang yang akan datang, walaupun antara mereka dengan Nabi saw. sebenarnya sudah ada beberapa perjanjian dan persetujuan damai. Alangkah terkejutnya kedua utusan Nabi. Ketika bertemu dengan pemimpin Bani Quraidha itu, keduanya memperoleh jawaban, "Tak ada persetujuan atau perjanjian antara kami dengan Muhammad!" Melihat peta kekuatan yang ada, terasa berat bagi Rasulullah saw. untuk menghadapi kaum musyrikin itu. Oleh sebab itu, beliau memikirkan sesuatu siasat untuk memisahkan suku Gathfan dari Qurays, sehingga kekuatan musuh yang akan menyerang terbagi menjadi dua. Hal ini dapat meringankan keadaan. Siasat itu segera beliau laksankan, yaitu dengan mengadakan perundingan dengan para pemimpin Gathfan dan menawarkan mereka mengundurkan diri dari peperangan dengan imbalan akan beroleh sepertiga dari hasil pertanian Madinah. Tawaran itu disetujui oleh pemimpin Gathfan. Rasulullah saw. kemudian menceritakan hasil perundingan itu kepada para sahabatnya, terutama kepada Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah, dua orang pemuka Madinah. Tak lupa ia menyatakan bahwa langkah itu diambilnya karena ingin menghindarkan kota dan penduduk Madinah dari serangan dan pengepungan dahsyat. Kedua pemimpin itu tampil mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, apakah ini pendapat Anda sendiri, ataukah wahyu yang dititahkan Allah?" Ujar Rasulullah, "Bukan, tetapi ia adalah pendapatku yang kurasa baik untuk tuan-tuan! Demi Allah, saya tidak hendak melakukannya, kecuali karena melihat orang-orang Arab hendak memanah tuan-tuan secara serentak dan mendesak tuan-tuan dari segenap jurusan. Maka, saya bermaksud hendak membatasi kejahatan mereka sekecil mungkin." Sa'ad bin Mu'adz menjawab, "Wahai Rasululallah, dahulu kami dan orang-orang itu berada dalam kemusyrikan dan pemujaan berhala, tiada mengabdikan diri kepada Allah dan tidak kenal kepada-Nya, sedang mereka tak mengharapkan akan dapat makan sebutir kurma pun dari hasil bumi kami, kecuali bila disuguhkan atau dengan cara jual beli. Sekarang apakah setelah kami beroleh kehormatan dari Allah dengan memeluk Islam dan mendapat bimbingan untuk menerimanya, dan setelah kami dimuliakan-Nya dengan Anda dan dengan agama itu, lalu kami harus menyerahkan harta kekayaan kami? Demi Allah kami tidak memerlukan itu dan demi Allah kami tak hendak memberi kepada mereka, kecuali pedang?hingga Allah menjatuhkan putusan-Nya dalam mengadili kami dengan mereka!" Akhirnya Rasululallah saw mengubah pendiriannya dan menyampaikan kepada para pemimpin suku Gathfan bahwa sahabat-sahabatnya menolak rencara perundingan. Selang beberapa hari, kota Madinah mengalami pengepungan ketat. Sebenarnya pengepungan itu lebih merupakan pilihannya sendiri daripada dipaksa orang, disebabkan adanya parit yang digali sekelilingnya untuk menjadi benteng perlindungan bagi dirinya. Kaum muslimin pun memasuki suasanan perang. Sa'ad bin Mu'adz keluar membawa pedang dan tombaknya sambil berpantun. Berhentilah sejenak, nantikan berkecamuknya perang maut berkejaran menyambut ajal datang menjelang...! Dalam salah satu perjalanan kelilingnya, nadi lengannya disambar anak panah yang dilepaskan oleh salah seorang musyrik. Darah menyembur dari pembuluhnya, dan segera ia dirawat secara darurat untuk menghentikan keluarnya darah. Nabi saw. menyuruhnya membawanya ke masjid, dan agar didirikan kemah untuknya agar ia berada di dekatnya selama perawatan. Kemudian dibawanya Saadz ke masjid. Ia menunjukkan pandangan matanya ke arah langit, lalu memohon," Ya Allah, jika dari peperangan dengan Qurays ini masih ada yang Engkau sisakan, panjangkanlah umurku untuk menghadapinya! Karena, tidak ada golongan yang diinginkan untuk menghadapi mereka daripada kaum yang telah menganiaya Rasul-Mu, telah mendustakan dan mengusrinya...! Dan seandainya Engaku telah mengakhiri perang antara kami dengan mereka, jadikanlah kiranya musibah yang telah menimpa diriku sekaran ini sebagai jalan untuk menemui syahid. Dan janganlah aku dimatikan sebelum tercapinya yang memuaskan hatiku dengan Bani Quraidha...!" Allah yang menjadi pembimbingmu, wahai Sa'ad bin Mu'adz! Karena, siapakah yang mampu mengeluarkan ucapan seperti itu dalam suasana demikian selain dirimu? Permohonannya dikabulkan oleh Allah. Luka yang dideritanya menjadi penyebab yang mengantarkannya ke pintu syahid, karena sebulan setelah itu, akibat luka tersebut, ia menemui Rabnya. Tetapi, peristiwa itu terjadi setelah hatinya terobati terhadap Bani Quraidha. Kisahnya ialah setelah orang-orang Qurays merasa putus asa untuk dapat menyerbu kota Madinah, dalam barisan mereka menyelinap rasa gelisah, maka mereka kemudian mengemasi barang perlengkapan dan alat senjata, lalu kembali ke Mekah dengan tangan hampa. Rasulullah saw. berpendapat bahwa mendiamkan perbuatan orang-orang Quraidha berarti membuka kesempatan bagi kecurangan dan penghianatan mereka terahdap kota Madinah bila mana saja mereka menghendaki, suatu hal yang tak dapat dibiarkan berlalu! Oleh sebab itulah belaiu mengerahkan sahabat-sahabatnya kepada Bani Quraidha itu. Meraka mengepung orang-orang Yahudi itu selama 25 hari. Tatkala Bani Quraidha melihat bahwa mereka tak dapat melepaskan diri dari kaum muslimin, mereka pun menyerah dan mengajukan permohonan kepada Rasululallah yang beroleh jawaban bahwa nasib mereka akan tergantung kepada putusan Sa'ad bin Mu'adz. Pada masa jahiliah dulu, Sa'adz adalah sekutu Bani Quraidha. Nabi saw. mengirim beberapa sahabat untuk membawa Sa'ad bin Mu'adz dari kemah perawatannya di masjid. Ia dinaikkan ke atas kendaraan, sementara badannya kelihatan lemah dan menderita sakit. Kata Rasulullah saw. kepadanya, "Wahai Sa'ad, berilah keputusanmu terhadap Bani Quraidha!" Dalam bayangan Sa'ad terbayang kembali kecurangan Bani Quraidha yang berakhir dengan Perang Khandaq dan nyaris menghancurkan kota Madinah serta penduduknya. Maka ujar Sa'ad, "Menurut pertimabanganku, orang-orang yang ikut berperang di antara mereka hendaklah dihukum bunuh. Perempuan dan anak-anak mereka diambil jadi tawanan, sedang harta kekayaan mereka dibagi-bagi. Demikianlah sebelum meninggal, hati Sa'ad telah terobati dari kecurangan Bani Quraidha. Luka yang diderita Sa'ad setiap hari bahkan setiap jam kian bertambah parah. Pada suatu hari Rasulullah saw. datang menjenguknya. Kiranya didapatinya ia dalam saat terakhir dari hayatnya. Maka, Rasululalh saw. meraih kepalanya dan menaruhnya di atas pangkuannya, lalu berdoa kepada Allah, katanya, "Ya Allah Sa'ad telah berjihad di jalan-Mu dan telah memenuhi kewajibannya. Maka, terimalah ruhnya dengan sebaik-baiknya cara Engkau menerima ruh!" Dengan susah payah dicobanya membuka kedua matanya dengan harapan kiranya wajah Rasulullah adalah yang terakhir dilihatnya selagi hidup ini, katanya, "Salam atasmu wahai Rasulullah! Ketahuilah bahwa aku mengakui bahwa Anda adalah Rasulullah!" Rasulullah pun memandangi wajah Sa'ad lalu katanya, "Kebahagiaan bagimu wahai Abu Amr!" Berkata Abu Sa'id al-Khudzri, "Saya adalah salah seorang yang menggali makam untuk Sa'ad. Dan, setiap kali kami menggali satu lapisan tanah, tercium oleh kami wangi kesturi, hingga sampai ke liang lahat." Musibah atas kematian Sa'ad yang menimpa kaum muslimin terasa berat sekali. Tetapi, mereka kemudian terhibur adanya sabda Rasulullah saw., "Sunggih, Arasy Rab Yang Rahman bergetar dengan berpulangnya Sa'ad bin Mu'adz." Sumber: Rijal Khaular Rasul, Khalid Muhammad Khalid [ [Previous Figure] ] [ Archive Index ] [ Main Index ] [ ] Copyright ? Al-Islam 1998 Jl. Pahlawan Revolusi, No 100, Jakarta 13430 Telpon: 62-21-86600703, 86600704, Fax: 62-21-86600712 E-Mail: info@alislam.or.id

Selasa, 14 Februari 2017

Hadist 2=iman,islam dan ihsan oleh Imam an nawawi

ุงู„ุญู€ุฏูŠุซ ุงู„ุซุงู†ูŠ HADITS KEDUA ุนَู†ْ ุนُู…َุฑَ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ ุฃَูŠْุถุงً ู‚َุงู„َ : ุจَูŠْู†َู…َุง ู†َุญْู†ُ ุฌُู„ُูˆْุณٌ ุนِู†ْุฏَ ุฑَุณُูˆْู„ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฐَุงุชَ ูŠَูˆْู…ٍ ุฅِุฐْ ุทَู„َุนَ ุนَู„َูŠْู†َุง ุฑَุฌُู„ٌ ุดَุฏِูŠْุฏُ ุจَูŠَุงุถِ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุดَุฏِูŠْุฏُ ุณَูˆَุงุฏِ ุงู„ุดَّุนْุฑِ، ู„ุงَ ูŠُุฑَู‰ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฃَุซَุฑُ ุงู„ุณَّูَุฑِ، ูˆَู„ุงَ ูŠَุนْุฑِูُู‡ُ ู…ِู†َّุง ุฃَุญَุฏٌ، ุญَุชَّู‰ ุฌَู„َุณَ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูَุฃَุณْู†َุฏَ ุฑُูƒْุจَุชَูŠْู‡ِ ุฅِู„َู‰ ุฑُูƒْุจَุชَูŠْู‡ِ ูˆَูˆَุถَุนَ ูƒَูَّูŠْู‡ِ ุนَู„َู‰ ูَุฎِุฐَูŠْู‡ِ ูˆَู‚َุงู„َ: ูŠَุง ู…ُุญَู…َّุฏ ุฃَุฎْุจِุฑْู†ِูŠ ุนَู†ِ ุงْู„ุฅِุณْู„ุงَู…ِ، ูَู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… : ุงْู„ุฅِุณِู„ุงَู…ُ ุฃَู†ْ ุชَุดْู‡َุฏَ ุฃَู†ْ ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ ูˆَุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุชُู‚ِูŠْู…َ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉَ ูˆَุชُุคْุชِูŠَ ุงู„ุฒَّูƒุงَุฉَ ูˆَุชَุตُูˆْู…َ ุฑَู…َุถَุงู†َ ูˆَุชَุญُุฌَّ ุงู„ْุจَูŠْุชَ ุฅِู†ِ ุงุณْุชَุทَุนْุชَ ุฅِู„َูŠْู‡ِ ุณَุจِูŠْู„ุงً ู‚َุงู„َ : ุตَุฏَู‚ْุชَ، ูَุนَุฌِุจْู†َุง ู„َู‡ُ ูŠَุณْุฃَู„ُู‡ُ ูˆَูŠُุตَุฏِّู‚ُู‡ُ، ู‚َุงู„َ: ูَุฃَุฎْุจِุฑْู†ِูŠ ุนَู†ِ ุงْู„ุฅِูŠْู…َุงู†ِ ู‚َุงู„َ : ุฃَู†ْ ุชُุคْู…ِู†َ ุจِุงู„ู„ู‡ِ ูˆَู…َู„ุงَุฆِูƒَุชِู‡ِ ูˆَูƒُุชُุจِู‡ِ ูˆَุฑُุณُู„ِู‡ِ ูˆَุงู„ْูŠَูˆْู…ِ ุงู„ุขุฎِุฑِ ูˆَุชُุคْู…ِู†َ ุจِุงู„ْู‚َุฏَุฑِ ุฎَูŠْุฑِู‡ِ ูˆَุดَุฑِّู‡ِ. ู‚َุงู„َ ุตَุฏَู‚ْุชَ، ู‚َุงู„َ ูَุฃَุฎْุจِุฑْู†ِูŠ ุนَู†ِ ุงْู„ุฅِุญْุณَุงู†ِ، ู‚َุงู„َ: ุฃَู†ْ ุชَุนْุจُุฏَ ุงู„ู„ู‡َ ูƒَุฃَู†َّูƒَ ุชَุฑَุงู‡ُ ูَุฅِู†ْ ู„َู…ْ ุชَูƒُู†ْ ุชَุฑَุงู‡ُ ูَุฅِู†َّู‡ُ ูŠَุฑَุงูƒَ . ู‚َุงู„َ: ูَุฃَุฎْุจِุฑْู†ِูŠ ุนَู†ِ ุงู„ุณَّุงุนَุฉِ، ู‚َุงู„َ: ู…َุง ุงู„ْู…َุณْุคُูˆْู„ُ ุนَู†ْู‡َุง ุจِุฃَุนْู„َู…َ ู…ِู†َ ุงู„ุณَّุงุฆِู„ِ. ู‚َุงู„َ ูَุฃَุฎْุจِุฑْู†ِูŠ ุนَู†ْ ุฃَู…َุงุฑَุงุชِู‡َุง، ู‚َุงู„َ ุฃَู†ْ ุชَู„ِุฏَ ุงْู„ุฃَู…َุฉُ ุฑَุจَّุชَู‡َุง ูˆَุฃَู†ْ ุชَุฑَู‰ ุงู„ْุญُูَุงุฉَ ุงู„ْุนُุฑَุงุฉَ ุงู„ْุนَุงู„َุฉَ ุฑِุนَุงุกَ ุงู„ุดَّุงุกِ ูŠَุชَุทَุงูˆَู„ُูˆْู†َ ูِูŠ ุงู„ْุจُู†ْูŠَุงู†ِ، ุซُู…َّ ุงู†ْุทَู„َู‚َ ูَู„َุจِุซْุชُ ู…َู„ِูŠًّุง، ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ : ูŠَุง ุนُู…َุฑَ ุฃَุชَุฏْุฑِูŠ ู…َู†ِ ุงู„ุณَّุงุฆِู„ِ ؟ ู‚ُู„ْุชُ : ุงู„ู„ู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆْู„ُู‡ُ ุฃَุนْู„َู…َ . ู‚َุงู„َ ูَุฅِู†َّู‡ُ ุฌِุจْุฑِูŠْู„ُ ุฃَุชู€َุงูƒُู…ْ ูŠُุนَู„ِّู…ُูƒُู…ْ ุฏِูŠْู†َูƒُู…ْ . [ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…] Arti hadits / ุชุฑุฌู…ุฉ ุงู„ุญุฏูŠุซ : Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim) Catatan : Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah) Pelajaran yang terdapat dalam hadits / ุงู„ููˆุงุฆุฏ ู…ู† ุงู„ุญุฏูŠุซ : Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan. Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala. Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.